Fakta - Amerika Pernah Ditundukan BUNG KARNO

LintasArtikel.in - Fakta - Amerika Pernah Ditundukan BUNG KARNO
Kisah ini dimulai dengan adegan berikut.....



Bung Karno geram. Ike mencoba merayunya, “Tolong bebaskan pilotku”.
Tapi Bung Karno tetap saja geram. Mungkin juga karena yang merayu
Soekarno adalah Ike, seorang pria tua. Ike itu adalah D. Dwight
Eisenhower, presiden AS di masa itu.







Allen Pope Di tangkap gan

Kali ini Negara digdaya itu dibikin malu Indonesia ketika Allen Pope
ditembak jatuh di pulau Morotai. Lebih malu lagi, karena dengan
tertangkapnya pilot itu, kedok AS dan CIA akhirnya terbuka. Kedok yang
membuktikan AS melalui CIA sudah main api dengan di balik pemberontakan
separatisme di Indonesia. Termasuk juga infiltrasi AS yang
mempersenjatai para pemberontak itu.



Ini yang bikin Bung Karno geram, dan mulai memainkan kartu trufnya.Bung
Karno yang tadinya dikerjai Amerika, sekarang balas mengerjai
Amerika. Bung Karno sadar, tertangkapnya Allen Pope mendongkrak
posisi tawar Indonesia di hadapan Amerika. Cerita selanjutnya adalah
bagaimana Ike dan John F. Kennedy jadi repot dibuatnya.



Inilah moment bersejarah ketika Indonesia yang miskin untuk pertama
kalinya punya posisi tawar tinggi di hadapan “juragan kaya”,
Amerika.Bung Karno tidak cuma menuntut Amerika mesti minta maaf. Tapi
masih ada sederet permintaan lain yang bikin Amerika “maju kena mundur
kena”. Eisenhower minta Indonesia melepaskan pilot Allen Pope. Tapi
Bung Karno tidak mau melepas begitu saja dengan gratis. Pilot itu
adalah kartu truf-nya.



Inilah kisah bagaimana Bung Karno dengan amarah “memiting leher Allen
Pope” sambil telunjuknya memberi isyarat agar Amerika mau bersimpuh
di kaki Bung Karno (tentu saja ini hanya simbolisasi teatrikal).



Gantung Allen Pope! Hukum mati Allen Pope! Begitu gelombang protes di
depan kedutaan AS di Jakarta setelah Allen Pope tertangkap. tahun 1958
itu . Rakyat Indonesia memang dibikin naik darah oleh kelakuan Allen
Pope. Soalnya si pilot ini sudah menjatuhkan bom di Ambon yang memakan
tak sedikit korban jiwa.



Mungkin bahkan Bung Karno sendiri waktu itu belum menyadari sesuatu.
Yaitu buntut dari posisi tawar Indonesia tadi, Bung Karno telah memulai
tonggak lahirnya sejarah armada baru bagi AURI, yaitu lahirnya
skuadron Hercules di Indonesia. Armada ini kelak turut punya andil
dalam merebut Irian Barat dari Belanda.Itu semua berawal dari
negosiasi tarik ulur demi pembebasan seorang pilot yang bikin Amerika
gelisah. Bagaimana tidak? Soalnya kalau tidak segera diselamatkan,
bisa-bisa pilot itu buka mulut tentang info rahasia yang berkaitan
dengan permainan CIA.







Nego Sm Presiden "Ike"

Bung Karno memang mata keranjang. Tapi pihak yang anti Bung Karno
kadang memanipulasi sisi ini secara berlebihan. Sama halnya CIA yang
menggunakan kelemahan don yuan-nya Bung Karno untuk menjatuhkan
kredibilitas presiden RI di mata rakyatnya. Menjatuhkan Bung Karno
adalah satu-satunya cara agar Amerika bisa bercokol kuat di Indonesia.
Sudah dicoba segala cara agar Bung Karno jatuh, tidak berhasil juga.
Dicoba dengan cara ancaman embargo, penghentian bantuan.....ehhh Bung
Karno malah teriak, “Go to hell with your aid!”.



Akhirnya CIA pakai cara lain. Yaitu infiltrasi ke berbagai
pemberontakan di Indonesia. Puncaknya terjadi dalam pertempuran di
pulau Morotai, tahun 1958. Ketika itu TNI (pasukan marinir, pasukan
gerak cepat AU, dan AD) menggempur Permesta, gerakan pemberontakan di
Sulawesi Utara.



Persenjataan Permesta tidak bisa dianggap enteng. Soalnya ada bantuan
senjata dari luar. Tadinya tudingan bahwa CIA adalah biang kerok semua
ini masih dugaan saja. Ketika kapal pemburu AL dan mustang AU
melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh.



Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari
pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. TNI segera
membekuk dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta.
Dan yang tak terduga, satunya lagi bule Amerika. Itulah si pilot Allen
Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait
dengan operasi CIA. Yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di
Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.



Tak pelak lagi, tuduhan bahwa Amerika dengan CIA adalah dalang
pemberontakan separatis, bukan isapan jempol!Peristiwa tertangkapnya
Allen Pope adalah tamparan bagi Amerika. Itu mungkin terwakili dalam
kalimat Allan Pope ketika tertangkap. Setelah pesawat B-26 yang
dipilotinya jatuh dihajar mustang AU dan kapal pemburu AL, komentar
Pope: “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini kalian yang
menang”. Setelah itu dia masih sempat minta rokok.



Tapi sebetulnya yang lebih bikin malu Amerika bukan soal kalah yang
dikatakan Pope tadi. Tapi tertangkapnya Allan Pope mengungkap permainan
kotor AS untuk menggulingkan Soekarno. Amerika terus ngeyel
menyangkal. Tapi bukti-bukti yang ada, akhirnya membungkam mulut
Amerika.



Taktik kotor itu jadi gunjingan internasional. Tanpa ampun, kedok
Amerika dengan CIA-nya berhasil dibuka Indonesia, lengkap dengan
bukti-bukti telak. Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik
pada Soekarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno (untuk
sementara) dihentikan.



Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan. Segala cara pun
mulai dilakukan untuk mengambil hati Bung Karno. Eisenhower
mengundang Soekarno ke AS bulan Juni 1960. Lalu Soekarno juga diundang
John Kennedy di bulan April 1961. Di balik segala alasan diplomatik
tentang kunjungan itu, tak bisa disangkal itu semua buntut dari cara
Bung Karno memainkan kartunya terhadap Amerika.







Ktemu Kennedy

Selama periode itu, Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope.
Tarik ulur itu berjalan alot. Karena Bung Karno ogah melepaskan Pope
begitu saja. Bung Karno sengaja berlama-lama “memiting leher” Allan
Pope sebelum Amerika meng-iya-kan permintaan Indonesia. Amerika mati
kutu. Tak ada jalan lain. Negosiasi pun segera dimulai. Negosiasi alot
yang memakan waktu 4 tahun, sebelum akhirnya Allen Pope benar-benar
bebas.





Dimulai dengan Ike atau Eisenhower yang membujuk, merayu dan mengundang
Bung Karno ke Amerika. Namun sesudahnya Bung Karno tetap tidak mau
tunduk diatur-atur Ike. Situasi mulai berubah sedikit melunak setelah
kursi kepresidenan AS beralih ke John F. Kennedy.John Kennedy tahu,
kepribadian Soekarno sangat kuat dan benci di-dikte. Karena itu dengan
persahabatan dia mampu “merangkul” Soekarno. “Kennedy adalah presiden
Amerika yang sangat mengerti saya”, kata Bung Karno.



Dengan John, negosiasi mulai mengarah ke titik terang. Berkaitan itu
pula, John mengirim adiknya Robert Kennedy ke Jakarta. Robert membawa
sejumlah misi, diantaranya: “bebaskan Pope”.



Buat Bung Karno, pilot itu dibebaskan atau tidak dibebaskan, hasilnya
sama saja. Yaitu tidak membuat korban-korban bom si pilot bisa hidup
kembali. Jadi kenapa tidak memanfaatkan saja ketakutan Amerika yang
ciut kalau pilot itu buka mulut?Bung Karno memainkan kartu trufnya
atas dasar apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Indonesia betul-betul sengsara dan kelaparan, jadi butuh uang dan
nasi. Indonesia sedang bertempur melawan Belanda untuk merebut Irian
Barat. Jadi butuh senjata, sejumlah perangkat perang dan armada
tempur.



Permintaan Bung Karno itu tentu saja tidak disampaikan dengan cara
mengemis. Tapi dengan cara yang menyeret Amerika untuk membuat
interpretasi diplomatik. Mau tidak mau, isyarat diplomatik Soekarno
bikin Amerika harus bisa membaca yang tersirat di balik yang tersurat.



Dibanding Ike alias Eisenhower, John Kennedy lebih peka membaca isyarat
itu. Itulah yang dimaksud Bung Karno bahwa John Kennedy mengerti
dirinya. John paham Indonesia butuh perangkat perang untuk merebut
Irian Barat. Di antaranya armada tempur. Karena itu diajaknya Bung
Karno mengunjungi pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California. Di
sana Bung Karno dbantu dalam pembelian 10 pesawat hercules tipe B,
terdiri dari 8 kargo dan 2 tanker.







Nego niy sm kennedy bwad beli Hercules

Negosiasi pembebasan Allen Pope antara Ike dan Bung Karno tadinya alot.
Tapi jadi licin jalannya dengan John. Dia tidak pelit membalas
“kebaikan” Bung Karno yang memenuhi permintaan AS untuk membebaskan
Allen Pope.



Hasilnya? Hercules dari Amerika, menjadi cikal bakal lahirnya armada
Hercules bagi AURI (armada yang kelak ikut bertempur merebut Irian
Barat). Bung Karno bisa membuat Amerika menghentikan embargo. Lalu
menyuntik dana ke Indonesia. Juga beras 37.000 ton dan ratusan
persenjataan perangkat perang. Kebutuhan itu semua memang sesuai dengan
kondisi Indonesia saat itu.



Ternyata begini ini yang namanya negosiasi tingkat tinggi. Akhirnya
Allen Pope dibebaskan secara diam-diam oleh suatu misi rahasia di suatu
subuh, Februari 1962. Negosiasi itu seluruhnya tentu makan biaya yang
tidak sedikit. Siapa yang mesti membayar semua itu? Konon rekening
Permesta yang harus membayar ganti rugi akibat negosiasi itu. Sempat
terdengar selentingan bahwa jalan by pass Cawang-Tanjung Priok dan
Hotel Indonesia lama di Bundaran HI Thamrin, adalah wujud dari ganti
rugi itu. Benarkah demikian?



Dari sejarah diatas ada pula yang versi seperti dibawah ini cerita dan deskripsinya hampir sama;



Soekarno bersama Eisenhower

Bung Karno geram. Ike mencoba merayunya, “Tolong bebaskan pilotku”. Tapi
Bung Karno tetap saja geram. Mungkin juga karena yang merayu Soekarno
adalah Ike, seorang pria tua. Ike itu adalah nama panggilan D. Dwight
Eisenhower, presiden AS di masa itu. Kali ini Amerika memang kena
batunya.



Negara digdaya itu dibikin malu Indonesia ketika pilotnya, Allen Pope
ditembak jatuh di pulau Morotai. Lebih malu lagi, karena dengan
tertangkapnya pilot itu, kedok AS dan CIA akhirnya terbuka. Kedok yang
membuktikan AS melalui CIA sudah main api dengan petualangannya di balik
pemberontakan separatisme di Indonesia. Termasuk juga infiltrasi AS
yang mempersenjatai para pemberontak itu. Ini yang bikin Bung Karno
geram, dan mulai memainkan kartu trufnya.



Bung Karno yang tadinya dikerjai Amerika, sekarang balas mengerjai
Amerika. Bung Karno sadar, tertangkapnya Allen Pope mendongkrak posisi
tawar Indonesia di hadapan Amerika. Cerita selanjutnya adalah bagaimana
Ike dan John F. Kennedy jadi repot dibuatnya.

Inilah moment bersejarah ketika Indonesia yang miskin untuk pertama
kalinya punya posisi tawar tinggi di hadapan “juragan kaya”, Amerika.



Bung Karno tidak cuma menuntut Amerika mesti minta maaf. Tapi masih ada
sederet permintaan lain yang bikin Amerika “maju kena mundur kena”.
Eisenhower minta Indonesia melepaskan pilot Allen Pope. Tapi Bung Karno
tidak mau melepas begitu saja dengan gratis. Pilot itu adalah kartu
truf-nya.





Allen Pope



Inilah kisah bagaimana Bung Karno dengan amarah “memiting leher Allen
Pope” sambil telunjuknya memberi isyarat agar Amerika mau bersimpuh di
kaki Bung Karno (tentu saja ini hanya simbolisasi teatrikal).



Gantung Allen Pope! Hukum mati Allen Pope! Begitu gelombang protes di
depan kedutaan AS di Jakarta setelah Allen Pope tertangkap. tahun 1958
itu . Rakyat Indonesia memang dibikin naik darah oleh kelakuan Allen
Pope. Soalnya si pilot ini sudah menjatuhkan bom di Ambon yang memakan
tak sedikit korban jiwa.



Di tengah suasana panas itu, teman-teman Mas Tok atau Guntur
Soekarnoputra tidak berhenti menjejalinya dengan pertanyaan-pertanyaan
seputar pilot Allen Pope.



Percakapan Bung Karno dengan putra sulungnya berkaitan hal itu, sudah
banyak diungkap berbagai sumber. Tapi sebetulnya ada yang lebih penting
lagi di balik percakapan antara Bung Karno dan Mas Tok berikut ini…..



Bung Karno sedang mandi. Mas Tok yang masih remaja menggedor-gedor pintu
kamar mandi. Tidak sabar. Karena pintu terus digedor, Bung Karno
melongok sebentar. “Ada apa tho Mas Tok? Bapak belum selesai mandi”.



Begitu pintu terbuka, Mas Tok langsung menyambar ayahnya dengan
pertanyaan, “Bener nggak sih bapak menukar pembebasan Allen Pope dengan
tebusan pesawat Hercules?”. Mas Tok memang tidak sabaran ingin segera
tahu jawabnya. Saat itu juga dia harus mendapatkan bocoran jawabannya.
Memang sebelumnya di antara teman-temannya, mereka sudah kasak-kusuk
membenarkan gosip itu. Mas Tok jadi panas juga. Soalnya sebagai anak
Bung Karno, seharusnya dia lebih tahu dari teman-temannya.



Mas Tok yang penasaran tidak perlu menunggu lama menanti jawab ayahnya.
Pertanyaan Mas Tok itu langsung disambar dengan tawa khas ayahnya.
Menggelegar, “Hahahahaha……biar saja Amerika kasih Hercules itu buat
Bapak. Kalau Amerika kirim pesawat lagi, nanti Bapak suruh tembak lagi.
Sebagai tebusannya, Bapak minta Marilyn Monroe dan Ava Gardner”.





Ava Gardner



Itu humor khas Bung Karno. Humor seorang negarawan nyentrik. Cara Bung
karno bercanda dengan politikus sejawatnya sehari-hari, tidak beda jauh
dengan guyonan-nya dengan anak-anaknya. Mas Tok dan adik-adiknya sudah
hafal adat ayahnya. Dasar Bung Karno!

Tapi sebetulnya di balik canda itu, mungkin bahkan Bung Karno dan Mas
Tok sendiri waktu itu belum menyadari sesuatu. Yaitu buntut dari posisi
tawar Indonesia tadi, Bung Karno telah memulai tonggak lahirnya sejarah
armada baru bagi AURI, yaitu lahirnya skuadron Hercules di Indonesia.
Armada ini kelak turut punya andil dalam merebut Irian Barat dari
Belanda.



Itu semua berawal dari negosiasi tarik ulur demi pembebasan seorang
pilot yang bikin Amerika gelisah. Bagaimana tidak? Soalnya kalau tidak
segera diselamatkan, bisa-bisa pilot itu buka mulut tentang info rahasia
yang berkaitan dengan permainan CIA.



Dulu serangan Maukar ke Istana didesas-desuskan akibat Bung Karno menggoda tunangan sang pilot.

Gosip selanjutnya menghantam Bung Karno lagi. Yaitu pembebasan pilot
Allen Pope digosipkan karena Bung Karno dirayu oleh istri Pope, yang
sengaja didatangkan dari Amerika. Walaahhh….



Kedengaran kayak gosip murahan. Tapi tunggu dulu! Sejarah kadang memang
diwarnai gosip murahan, yang bermuara pada hasil yang tidak murahan.
Konon itu yang namanya intrik politik tingkat tinggi. Intrik yang
menggunakan sisi kelemahan Bung Karno. Kelemahan apalagi kalau bukan
soal perempuan? Mentang-mentang Bung Karno mata keranjang…..



Bung Karno memang mata keranjang. Tapi pihak yang anti Bung Karno kadang
memanipulasi sisi ini secara berlebihan. Sama halnya CIA yang
menggunakan kelemahan don yuan-nya Bung Karno untuk menjatuhkan
kredibilitas presiden RI di mata rakyatnya. Menjatuhkan Bung Karno
adalah satu-satunya cara agar Amerika bisa bercokol kuat di Indonesia.
Sudah dicoba segala cara agar Bung Karno jatuh, tidak berhasil juga.
Dicoba dengan cara ancaman embargo, penghentian bantuan…..ehhh Bung
Karno malah teriak, “Go to hell with your aid!”.





Go to hell with your aid!



Akhirnya CIA pakai cara lain. Yaitu infiltrasi ke berbagai pemberontakan
di Indonesia. Puncaknya terjadi dalam pertempuran di pulau Morotai,
tahun 1958. Ketika itu TNI (pasukan marinir, pasukan gerak cepat AU, dan
AD) menggempur Permesta, gerakan pemberontakan di Sulawesi Utara.



Persenjataan Permesta tidak bisa dianggap enteng. Soalnya ada bantuan
senjata dari luar. Tadinya tudingan bahwa CIA adalah biang kerok semua
ini masih dugaan saja. Ketika kapal pemburu AL dan mustang AU
melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh.



Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari
pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. TNI segera membekuk
dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta. Dan yang
tak terduga, satunya lagi bule Amerika. Itulah si pilot Allen Pope. Dari
dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi
CIA. Yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk
menggulingkan Soekarno.

Tak pelak lagi, tuduhan bahwa Amerika dengan CIA adalah dalang pemberontakan separatis, bukan isapan jempol!



Peristiwa tertangkapnya Allen Pope adalah tamparan bagi Amerika. Itu
mungkin terwakili dalam kalimat Allan Pope ketika tertangkap. Setelah
pesawat B-26 yang dipilotinya jatuh dihajar mustang AU dan kapal pemburu
AL, komentar Pope: “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini
kalian yang menang”. Setelah itu dia masih sempat minta rokok.





B-26 kena tembak



Tapi sebetulnya yang lebih bikin malu Amerika bukan soal kalah yang
dikatakan Pope tadi. Tapi tertangkapnya Allan Pope mengungkap permainan
kotor AS untuk menggulingkan Soekarno. Amerika terus ngeyel menyangkal.
Tapi bukti-bukti yang ada, akhirnya membungkam mulut Amerika.



Taktik kotor itu jadi gunjingan internasional. Tanpa ampun, kedok
Amerika dengan CIA-nya berhasil dibuka Indonesia, lengkap dengan
bukti-bukti telak. Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik
pada Soekarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno (untuk
sementara) dihentikan.



Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan. Segala cara pun
mulai dilakukan untuk mengambil hati Bung Karno. Eisenhower mengundang
Soekarno ke AS bulan Juni 1960. Lalu Soekarno juga diundang John Kennedy
di bulan April 1961. Di balik segala alasan diplomatik tentang
kunjungan itu, tak bisa disangkal itu semua buntut dari cara Bung Karno
memainkan kartunya terhadap Amerika.

Selama periode itu, Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope.
Tarik ulur itu berjalan alot. Karena Bung Karno ogah melepaskan Pope
begitu saja. Bung Karno sengaja berlama-lama “memiting leher” Allan Pope
sebelum Amerika meng-iya-kan permintaan Indonesia. Amerika mati kutu.
Tak ada jalan lain. Negosiasi pun segera dimulai. Negosiasi alot yang
memakan waktu 4 tahun, sebelum akhirnya Allen Pope benar-benar bebas.



Dimulai dengan Ike atau Eisenhower yang membujuk, merayu dan mengundang
Bung Karno ke Amerika. Namun sesudahnya Bung Karno tetap tidak mau
tunduk diatur-atur Ike. Situasi mulai berubah sedikit melunak setelah
kursi kepresidenan AS beralih ke John F. Kennedy.





Soekarno bersama JFK



John Kennedy tahu, kepribadian Soekarno sangat kuat dan benci di-dikte.
Karena itu dengan persahabatan dia mampu “merangkul” Soekarno. “Kennedy
adalah presiden Amerika yang sangat mengerti saya”, kata Bung Karno.



Dengan John, negosiasi mulai mengarah ke titik terang. Berkaitan itu
pula, John mengirim adiknya Robert Kennedy ke Jakarta. Robert membawa
sejumlah misi, diantaranya: “bebaskan Pope”.



Robert Kennedy dan istri (di blkg Soekarno)

Konon ketika itu juga Amerika mengirim istri Allen Pope yang cantik.
Perhitungannya, wanita cantik mampu meluluhkan hati Bung Karno. Ini asal
mula beredar issue bahwa Bung Karno dirayu istri Allen Pope. Yang tidak
banyak disebutkan orang, yaitu ibu dan saudara perempuan Allen Pope
juga datang memohon-mohon dengan tangisan minta belas kasihan Bung
Karno.



Buat Bung Karno, pilot itu dibebaskan atau tidak dibebaskan, hasilnya
sama saja. Yaitu tidak membuat korban-korban bom si pilot bisa hidup
kembali. Jadi kenapa tidak memanfaatkan saja ketakutan Amerika yang ciut
kalau pilot itu buka mulut?



Bung Karno memainkan kartu trufnya atas dasar apa yang dibutuhkan bangsa
Indonesia pada waktu itu. Indonesia betul-betul sengsara dan kelaparan,
jadi butuh uang dan nasi. Indonesia sedang bertempur melawan Belanda
untuk merebut Irian Barat. Jadi butuh senjata, sejumlah perangkat perang
dan armada tempur.



Permintaan Bung Karno itu tentu saja tidak disampaikan dengan cara
mengemis. Tapi dengan cara yang menyeret Amerika untuk membuat
interpretasi diplomatik. Mau tidak mau, isyarat diplomatik Soekarno
bikin Amerika harus bisa membaca yang tersirat di balik yang tersurat.



Dibanding Ike alias Eisenhower, John Kennedy lebih peka membaca isyarat
itu. Itulah yang dimaksud Bung Karno bahwa John Kennedy mengerti
dirinya. Kennedy tidak cuma sekedar mengundang Bung Karno ke Amerika
untuk plesiran. Tapi juga ada tindak lanjut nyata di balik undangan
diplomatik itu.



John paham Indonesia butuh perangkat perang untuk merebut Irian Barat.
Di antaranya armada tempur. Karena itu diajaknya Bung Karno mengunjungi
pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California. Di sana Bung Karno
dbantu dalam pembelian 10 pesawat hercules tipe B, terdiri dari 8 kargo
dan 2 tanker.





Lockheed ,Burbank- California.



Negosiasi pembebasan Allen Pope antara Ike dan Bung Karno tadinya alot.
Tapi jadi licin jalannya dengan John. Dia tidak pelit membalas
“kebaikan” Bung Karno yang memenuhi permintaan AS untuk membebaskan
Allen Pope.





Allen Pope diadili



Hasilnya? Hercules dari Amerika, menjadi cikal bakal lahirnya armada
Hercules bagi AURI (armada yang kelak ikut bertempur merebut Irian
Barat). Bung Karno bisa membuat Amerika menghentikan embargo. Lalu
menyuntik dana ke Indonesia. Juga beras 37.000 ton dan ratusan
persenjataan perangkat perang. Kebutuhan itu semua memang sesuai dengan
kondisi Indonesia saat itu.



Ternyata begini ini yang namanya negosiasi tingkat tinggi. Akhirnya
Allen Pope dibebaskan secara diam-diam oleh suatu misi rahasia di suatu
subuh, Februari 1962. Negosiasi itu seluruhnya tentu makan biaya yang
tidak sedikit. Siapa yang mesti membayar semua itu? Konon rekening
Permesta yang harus membayar ganti rugi akibat negosiasi itu. Sempat
terdengar selentingan bahwa jalan by pass Cawang-Tanjung Priok dan Hotel
Indonesia lama di Bundaran HI Thamrin, adalah wujud dari ganti rugi
itu. Benarkah demikian? Wallahualam.



Sayang hubungan mesra Bung Karno dengan Amerika berakhir setelah Kennedy
terbunuh tahun 1963. Terbunuhnya Kennedy membuat CIA kembali leluasa
mewujudkan mimpi lama yang sempat terhenti. Yaitu terus mengguncang
kursi Bung Karno, hingga Putra Sang Fajar itu akhirnya benar-benar
terbenam. Kita semua tahu bagaimana akhir episode itu.



Walentina Waluyanti

Nederland, 9 Februari 2010
Allen Lawrence Pope



Allen Lawrence Pope adalah seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA
dalam berbagai misi. Beberapa misinya dilakukan di Asia Tenggara di
antaranya saat pertempuran di Dien Bien Phu, Vietnam dan pada saat
pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dia tertangkap oleh tentara
Indonesia ketika usahanya mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dengan pesawat pembom B-26 Invader AUREV gagal dan
tertembak jatuh. Diduga dia tertembak jatuh oleh pesawat P-51 Mustang
Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius
Dewanto namun kesaksian lain mengatakan dia tertembak jatuh oleh
tembakan gencar yang dilakukan armada laut Angkatan Laut Republik
Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di berbagai
kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.



Lawrence Allen Pope sendiri adalah seorang pemuda putus kuliah di
Universitas Florida, kelahiran Miami, Oktober 1928. Setelah berhenti
kuliah, dia belajar terbang di Texas kemudian bekerja sebagai ko-pilot
pesawat angkut.

Menjadi sukarelawan



Pada tahun 1953, dia ikut nekad terjun menjadi sukarelawan dalam Perang
Korea. Dalam peperangan itu, Pope mendapat pengalaman dalam melaksanakan
misi terbang malam hari ke belakang garis pertahanan lawan. Lepas
perang Korea, Pope kembali ke Amerika Serikat, bekerja pada perusahaan
penerbangan kecil dan berumah tangga. Namun pekerjaan ini ternyata
membuat dirinya merasa bosan.



Pada saat inilah agen CIA mendekati dirinya. Setelah menceraikan
istrinya, Pope kemudian bergabung dengan Civil Air Transport (CAT) yang
merupakan perusahaan kamuflase CIA dalam melaksanakan berbagai misinya
di berbagai belahan dunia, seperti halnya perusahaan Intermountain,
Southern Air Transport dan Air America.

Menjadi tentara bayaran



Setelah bergabung ke CAT, Allen Pope kemudian berangkat ke Taiwan, pusat
perusahaan itu namun kemudian diberangkatkan ke Vietnam. Di Vietnam, ia
menjadi kapten untuk pesawat C-47 Dakota (DC-3 Dakota versi Militer).
Setelah memilih bertempat tinggal di Saigon, dia menikah dengan wanita
setempat. Kemudia dia melaksanakan misinya melakukan serangkaian
penerbangan berbahaya di Vietnam dan Laos. Misinya antara lain adalah
mengangkut senjata dan kebutuhan logistik atau bahkan melakukan
penerjunan secara rahasia. Waktu luang dan cutinya digunakannya untuk
berburu.



Allen Pope sendiri tampaknya adalah orang yang suka menyendiri namun
menurut penuturan teman-temannya dia dikenal sebagai seorang yang sangat
pemberani untuk memasuki kawasan yang ditebari senjata penangkis
serangan udara. Ia tidak ragu-ragu masuk kawasan Dien Bien Phu ketika
benteng Perancis tersebut dikepung ketat pasukan Viet Minh di bawah
pimpinan Ho Chi Minh dan Jenderal Vo Nguyen Giap dalam Perang Indochina
I, di tengah hujan peluru untuk menerjunkan suplai makanan. Ini adalah
ciri khas tentara bayaran. Penerbang-penerbang militer profesional,
seperti misalnya penerbang Korps Marinir Amerika Serikat (USMC/United
States Marine Corps) yang paling gila sekalipun masih berpikir sepuluh
kali untuk melakukannya. Hal inilah yang kemudian dijadikannya alasan
saat persidangan di Jakarta kepada para hakim dengan mengatakan bahwa
dirinya telah bertempur melawan komunis sejak berusia 22 tahun dari
perang Korea hingga Dien Bien Phu. Ketika di Vietnam, Allen Pope
kemudian dibujuk CIA untuk membantu PERMESTA.

Menjadi penerbang AUREV



Dalam misinya untuk membantu PERMESTA, Pope kemudian ditugasi sebagai
pilot AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang berpangkalan utama di
Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandara Sam Ratulangi) di bawah
pimpinan Mayor Petit Muharto. AUREV sendiri berkekuatan tidak kurang
sekitar 10 pesawat pengebom-tempur di antaranya adalah pesawat pengebom
sedang/ringan B-26 Invader dan P-51Mustang.



CIA sendiri sebenarnya sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk
PRRI/PERMESTA dari sisa-sisa Perang Korea, setelah dipergunakan di
berbagai konflik di Kongo, Kuba dan Vietnam. Pesawat-pesawat itu
disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina, tempat yang juga
digunakan untuk melatih para awak sebelum dikirim ke wilayah PERMESTA.
Sejumlah modifikasi dilakukan agar tidak terlalu kelihatan bahwa mereka
disiapkan oleh Amerika Serikat yang memiliki teknologi maju. Di antara
modifikasi yang dilakukan adalah mengubah jumlah senapan mesin yang
semula memiliki enam laras pada hidung pesawat, menjadi delapan laras.



Sejak saat itu, kekuatan udara AUREV menjadi momok yang menakutkan di
wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur. Berbagai misi dilakukan
AUREV, di antaranya serangan udara pada tanggal 13 April 1958 terhadap
lapangan terbang Mandai (sekarang Bandara Hassanuddin), Makassar. Yang
lainnya adalah pelabuhan Donggala, Ambon, Balikpapan, Ternate dan tempat
lainnya menjadi target serangan yang cukup mematikan. Kapal perang
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), RI Hang Toeah (satu dari empat
kapal perang korvet yang dihibahkan Belanda atas perjanjian Konferensi
Meja Bundar) yang sedang membuang jangkar di pelabuhan Balikpapan dibom
hingga tenggelam. Kondisi inilah yang membuat Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia segera menuntaskan operasi PRRI dan langsung juga
menuntaskan operasi PERMESTA dengan pemusatan perebutan keunggulan di
udara yang saat itu masih dikuasai AUREV.



Di Mapanget sendiri banyak penerbang asing selain penerbang kulit putih.
Ada pula penerbang lain yang berkebangsaan Filipina dan juga Taiwan.
Taiwan sendiri sudah banyak membantu dan sudah siap-siap akan mengikuti
Amerika Serikat untuk mengakui negara baru yang akan disebut-sebut akan
didirikan PERMESTA bila mereka berhasil.

Ditembak jatuh



Pada tanggal 18 Mei 1958, Gugus Tugas amfibi (Amphibius task force)
ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkekuatan dua kapal
angkut dan lima kapal pelindung type penyapu ranjau cepat, dipimpin oleh
Letnan Kolonel (KKO/sekarang Korps Marinir) Hunholz dengan Kepala Staf
Mayor Soedomo berlayar dengan posisi dekat Pulau Tiga lepas Ambon guna
melaksanakan Operasi Mena II dalam rangka menuntaskan konflik PERMESTA
dengan sasaran Morotai guna merebut lapangan terbang, operasi itu
didukung oleh P-51 Mustang dan B-26 Angkatan Udara Republik Indonesia
serta Pasukan Gerak Tjepat (PGT, sekarang Kopaskhas TNI AU). Pasukan
yang turun antara lain gabungan Marinir, Pasukan Angkatan Darat KODAM
BRAWIJAYA dan Brigade Mobil (BRIMOB). Di atas kapal disiagakan senjata
penangkis udara berbagai type.



Harry Rantung saat itu bersama Allen Pope, menyamar sebagai seorang
berkebangsaan Filipina bernama Pedro. Setelah ia bersama Allen Pope
menyerang Ambon dari Mapanget, ia melihat konvoi kapal perang Republik
Indonesia. Setelah melapor ke Manado untuk mendapatkan instruksi lebih
lanjut dan perintah untuk menyerang, Allen Pope mengarahkan pesawat B-26
Invader menukik dan menyerang konvoi kapal perang dengan menjatuhkan
bom dengan sasaran KRI Sawega, namun meleset hanya beberapa meter dari
buritan kapal.



Awak kapal yang siaga setelah melihat dan mendapatkan tanda bahaya udara
itu, langsung menembak balas atas perintah Soedomo. Tidak hanya senjata
penangkis udara dan anti serangan udara yang dimiliki kelima kapal itu,
tetapi juga semua pasukan yang ada di atas kapal mengarahkan senjatanya
ke udara mulai dari senapan serbu, senapan otomatis, senapan infantri
hingga pistol mereka.



Peristiwa itu terjadi sekitar enam sampai tujuh mil lepas pantai Tanjung
Alang, tak jauh dari kota Ambon, tempat yang sebelumnya diserang Pope
dengan pesawat B-26-nya itu. Kabar serangan itu disampaikan kepada
Kapten Penerbang AURI Ignatius Dewanto yang sudah siap di kokpit P-51
Mustangnya di apron Liang, karena pagi itu ditugaskan untuk menyerang
Sulawesi Utara. Dewanto langsung memacu pesawatnya dan lepas landas. Dia
tidak menemukan B-26 AUREV buruannya tetapi melihat Ambon dengan
tanda-tanda terkena serangan udara. Sesuai petunjuk P-51 Mustang dia
arahkan ke barat. Ferry Tank (Tangki bahan bakar cadangan) dilepas, di
laut terlihat konvoi kawan yang diserang B-26 AUREV buruannya. Dengan
cepat dikejar Dewanto dengan mengambil posisi di belakang lawan. Roket
ditembakkan berkali-kali tetapi lolos, disusul dengan tembakan 6 meriam
12,7 yang tersedia pada pesawat dengan rentetan penuh, karena jaraknya
lebih dekat kemungkinannya kenanya lebih besar. Dewanto yakin
tembakannya mengenai sasaran.



Sementara itu, pasukan yang menembak balas dari seluruh armada laut juga
melihat pesawat B-26 AUREV terbakar terkena tembakan. Masih tidak jelas
tembakan siapa yang mengena namun berkat prestasi itu, Kapten Penerbang
Dewanto mendapat gelar ace angkatan udara. Mereka juga melihat pesawat
P-51 Mustang yang dianggap tidak jelas kawan atau lawan karena setelah
pesawat B-26 AUREV terbakar dan jatuh, P-51 Mustang itu lepas dari
perhatian dan terbang menjauh.



Dua awak B-26 AUREV kemudian berhasil menyelamatkan diri dengan parasut.
Allen Pope tersangkut pohon dan jatuh luka-luka terhempas karang.
Sementara seorang lagi, operator radio Harry Rantung yang menyamar
sebagai seorang warga Filipina bernama Pedro kelahiran Davao namun
identitas sebenarnya mudah diketahui karena diatas kapal KRI Sawega
terdapat seorang sersan AURI yang mengenalinya karena pernah satu
angkatan dalam pendidikan tentara. Sebenarnya Allen Pope berusaha
membunuh dirinya dengan menyerahkan pistol kepada Rantung untuk
menembaknya. Namun permintaan ini ditolak Rantung.



Tertangkapnya Allen Pope kemudian dilaporkan ke Jakarta. Namun hal ini
tetap dirahasiakan karena Operasi Morotai sendiri harus dijaga
kerahasiaannya sampai semuanya tuntas. Sejak tertangkapnya Allen Pope,
bisa dikatakan AUREV lumpuh dan keunggulan di udara di wilayah Indonesia
Timur berangsur-angsur dikuasai oleh AURI. Operasi-operasi
pendaratan-pendaratan yang dilakukan ABRI berhasil dilakukan di berbagai
tempat yang sebelumnya dikuasai PERMESTA.

Reaksi Amerika Serikat dan perubahan hubungan dengan Indonesia



Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan
Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS , John Foster Dulles
lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan
dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri
negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan
PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower mengadakan
jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan
tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS. Dikatakannya
bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata-senjata
yang mudah ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa
di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang
dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada
penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta
Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu
tentara bayaran.



AS yakin karena Allen Pope pasti tertangkap dalam keadaan bersih.
Walaupun bukti-bukti pesawat sudah jelas, AS masih berdalih bahwa itu
serdadu bayaran. Namun ketika ABRI mencari dan berusaha mendapatkan
barang bukti yang lebih banyak, hasilnya bukan sekedar nama-nama
sejumlah pedagang yang ikut mengail di air keruh dan peranan Korea
Selatan, namun membuat pemerintah AS terperangah dan mengutuk Pope
mengapa dia tidak sekalian ikut mati saja di dasar laut dengan
pesawatnya. Washington kehilangan muka. Bukti-bukti mengarahkan tuduhan
ke lembaga yang dipimpin saudara kandung Menteri Luar Negeri AS yang
merupakan pimpinan CIA, Allen Dulles meski CIA sendiri tidak
disebut-sebut sementara Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF/United
States Air Force) dinilai terlibat.



Prosedur CIA sendiri sebenarnya mengharuskan tiap awak pesawat yang akan
melaksanakan misinya harus dipastikan bersih dan diperiksa dengan
teliti dan disediakan pakaian khusus yang akan digunakan dalam
penerbangan misinya itu yang bersifat rahasia sehingga mereka tidak
memiliki identitas apapun. Namun Allen Pope cukup cerdik. Mungkin karena
dianggap sudah berpengalaman sehingga dia tidak diperiksa, padahal pada
saat sebelum diberangkatkan ke Mapanget, dia menyelipkan beberapa
keterangan mengenai dirinya di pesawat. Ia tahu kalau sampai dia
ditangkap dalam keadaan bersih, maka negaranya bisa saja mengatakan
bahwa dia bukan warga negaranya atau serdadu bayaran atau apa saja
dengan demikian dia bisa mati konyol. Barangkali Pope merasa semua itu
hanya menguntungkan satu pihak sementara CIA merasa hal tersebut adalah
bagian dari kontrak. Kenyataannya semua identitas Pope ditemukan di
badannya. Di antaranya adalah surat keterangan yang mengizinkan Pope
memasuki semua fasilitas militer di Clark Field (Pangkalan udara AS,
Clark di Filipina]]. Juga ada kartu klub perwira di pangkalan itu. Pope
berharap agar identitas itu mengangkat dirinya dari semacam petualang
murahan menjadi pion politik yang punya harga. Kenyataannya, ini
mengangkat namanya ke permukaan dunia khususnya yang berhubungan dengan
spionase. Banyak buku yang menceritakan ulah CIA tidak lupa mengisahkan
Lawrence Allen Pope, dan Amerika Serikat terpojok dibuatnya.



Peristiwa ini memaksa pemerintah Amerika Serikat merubah sikapnya
terhadap Presiden Sukarno. Washington menjadi ramah dengan harapan
Presiden Indonesia itu akan diam. Soekarno sendiri sudah menyebutkan
adanya kemungkinan bantuan dari seukarelawan-sukarelawan penerbang China
dan sudah menyebut-nyebutkan Perang Dunia III. Dalam waktu lima hari
disetujui permintaan Indonesia agar dapat mengimpor beras dengan
pembayaran rupiah. Bola politik benar-benar dimainkan oleh Presiden
Soekarno. Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan
diplomasi Amerika Serikat. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia
dicabut. Pemerintah Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata
juga berbagai suku cadang yang dibutuhkan ABRI termasuk suku cadang
persawat terbang AURI. Dukungan terhadap pemberontak dihapuskan.

Sidang pengadilan, penahanan dan pembebasan Allen Pope



Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer dan disana sempat
berdebat dengan para saksi yang dihadirkan oleh oditur militer. Allen
Pope kemudian dijatuhi hukuman mati namun naik banding sedangkan Harry
Rantung diganjar hukuman 15 tahun. Kabarnya ia ditahan di sebuah villa
di Kaliurang dekat Yogyakarta dan penerbang ini sempat mengajari para
penjaganya dengan teknik bela diri judo.



Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan
Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden
Soekarno sendiri mengatakan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti
jalan pikirannya. Pemerintah Amerika Serikat berusaha juga untuk
membebaskan Allen Pope. Jaksa Agung Amerika Serikat Robert Kennedy
diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dengan membawa surat
Kepresidenan yang isinya agar Allen Pope dibebaskan. Di samping itu,
istri Allen Pope yang cantik juga diterbangkan secara khusus dari
Amerika Serikat untuk menghadap Soekarno. Konon, Presiden Soekarno
menerima dengan penuh keramahan. Rupanya kekaguman Presiden Soekarno
kepada wanita dimanfaatkan Amerika Serikat untuk membujuk Presiden.



Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962,
dia dan Pope yang berstatus sebagai terpidana didatangi beberapa anggota
Corps Polisi Militer (CPM) bersenjata lengkap. Keduanya diminta ikut.
Pope diminta mengemasi milik pribadinya, sedangkan Rantung diperintahkan
ikut saja tanpa perlu membawa apa-apa. Diluar penjara ternyata sudah
menunggu sebuah panser dan kemudian setelah mereka naik, mereka bergerak
kencang menuju arah yang mereka tidak tahu. Anggota CPM tidak berbicara
sepatah katapun. Rantung bicara kepada Pope tentang situasi yang akan
mereka alami. Dengan tenang Allen Pope menjawab bahwa dirinya tidak
tahu, namun dia mengira bahwa mereka tidak akan berani berbuat apa-apa
kepada kita, karena mengetahui bahwa pemerintahnya sudah mengirimkan
utusan khusus.



Setelah setengah jam perjalanan, kemudian panser berhenti dan mereka
dipersilahkan turun. Ternyata mereka dibawa ke Bandara Kemayoran. Di
pintu masuk ruang tunggu VIP, beberapa orang asing menunggu diantaranya
terlihat Duta Besar Amerika Serikat dan stafnya di Jakarta. Sebuah
pesawat Lockheed Constellation sudah siap. Dalam perpisahannya, Allen
Pope memeluk Rantung dan dengan mata berkaca-kaca dia mengatakan pasti
kita akan berjumpa lagi. Beberapa tahun kemudian, Rantung mengaku pernah
menerima undangan dari Allen Pope yang saat itu bekerja di sebuah
perusahaan penerbangan di California, semuanya gratis. Harry Rantung
sendiri, setelah pembebasan bekerja di Kedutaan Besar Amerika Serikat di
Jakarta dan mendapat pensiun dari kedutaan. Konon, untuk itu pemerintah
Indonesia mendapat kompensasi di antaranya proyek jalan raya by pass di
Jakarta.



Selama beberapa bulan Allen Pope disembunyikan oleh Departemen Luar
Negeri Amerika Serikat dan kemudian pulang ke Miami serta hidup dengan
istri dan keluarganya namun tidak lama kemudian istrinya meminta cerai.
Alasan istrinya adalah kekejaman yang keterlaluan, Pope dikatakan
"ringan tangan". Pihak berwenang menekan istrinya agar tidak
membawa-bawa CIA di depan hakim dalam sidang perceraian mereka.
Perempuan yang mengisi hidup Lawrence Allen Pope di Saigon itu hanya
bisa mengatakan bahwa suaminya berubah. Sejak pulang dari Indonesia,
setiap malam Allen Pope selalu meletakkan pistol siap tembak dibawah
bantalnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya dan anak-anaknya.



Kembali Pope bertualang, kembali Allen Pope dikabarkan jatuh ke tangan
CIA dengan menandatangani kontrak di perusahaan penerbangan Southern Air
Transport. Tidak jelas kabar Lawrence Allen Pope sekarang setelah semua
perusahaan penerbangan CIA dikabarkan dilikuidasi dan dijual. Tetapi
kehadiran Allen Pope di Indonesia telah memberikan pengalaman betapa
masalah keamanan dalam negeri juga dapat menimbulkan "kerepotan" bagi
Angkatan Udara.
Yang menjadi pertanyaan oleh hampir semua rakyat indonesia adalah;

1. Adakah BUNG KARNO di Jaman Sekarang?
2. Bangsa Indonesia Berjalan Maju atau Mundur?
3. Mengapa Indonesia Lebih Ditakuti oleh Bangsa lain disaat Indonesia belum mengerti TEKNOLOGI, dibandingkan saat ini Indonesia Memiliki segala teknologi tapi tak 1 negarapun yang segan terhadap Indonesia?
4. Sampai kapan Indonesia harus menanti seorang pengganti BUNG KARNO?